Tokoh Wayang

Rabu, 03 Desember 2014


Dalam pewayangan Jawa ibu Gatotkaca lebih dikenal dengan sebutan Arimbi. Arimbi bukan sekedar penghuni hutan biasa, melainkan putri dari kerajaan Pringgadani, negeri bangsa raksasa. Waktu dilahirkan Gatotkaca berupa raksasa, karena sangat sakti maka tidak ada senjata yang dapat memotong tali pusarnya. Kemudian tali pusar itu hanya dapat dipotong dengan senjata Karna yang bernama Kunta, tetapi sarung senjata itu masuk kedalam perut Gatutkaca, dan menambah lagi kesaktiannya.
Dengan kehendak dewa-dewa, bayi Gatotkaca itu dimasak seperti bubur dan diisi dengan segala kesaktian, karena itu Gatotokaca berurat kawat, bertulang besi, berdarah gala-gala dan dapat terbang diawan dan duduk diatas awan yang melintang. Kecepatan Gatotkaca pada waktu terbang diawan bagai kilat dan liar bagai halilintar. Kesaktiannya dalam perang, dapat mencabut leher musuh dan digunakan pada saat yang penting. Gatotokaca diangkat menjadi raja di Pringgadani dan iapun disebut sebagai ksatria di Pringgadani, karena pemerintahan Negara dikuasai oleh keturunan dari pihak perempuan.
Kecepatan terbang Gatotkaca jauh diatas rata-rata kecepatan terbang ksatria pada umumnya. Kulit dan badannya sekeras baja, tak ada senjata tajam yang mampu melukai tubuhnya. Tapi pada saat yang sama, bangsa dewa juga menciptakan senjata konta wijayadanu, satu-satu senjata yang bisa melukai Gatotkaca, dan hanya bisa digunakan sekali pakai. Gatotkaca adalah patriot. Dia begitu patuh pada negeri, keluarga dan pada kebenaran yang dipegangnya. Dia juga tidak mau berkompromi dengan sitija atas batas wilayah negerinya, Pringgadani dengan wilayah Trajutrisna.
Dia sangat disiplin dalam menjaga wilayah kedaulatan negeri dan keluarganya,  dari wilayah negeri paling utara perbatasan Pringgadani, keselatan wilayah Amarta, sampai wilayah Dwarawati paling selatan. Dia juga membantu Arjuna menggagalkan penyerbuan prabu Niwatakawaca, dari negeri Imamantaka, kekahyangan Jonggring Saloka. Dia hanya diam, walaupun semua bangsa dewa tahu bahwa yang berjasa atas penggagalan penyerbuan itu hanya Arjuna seorang.  Bangsa dewa menganggap biasa saja peran Gatotkaca atas peristiwa itu, karena menurut mereka, hanya demikianlah Gatotkaca dilahirkan.
Kisah kelahiran Gatotkaca dikisahkan secara tersendiri dalam pewayangan Jawa. Namanya sewaktu masih bayi adalah Jabang Tetuka. Sampai usia satu tahun tali pusarnya belum bisa dipotong walau sudah menggunakan senjata apapun.
Arjuna pergi bertapa untuk mendapat petunjuk dewa demi menolong nasib keponakannya. Namun pada saat yang sama Karna panglimakerajaan Hastina juga sedang bertapa mencari senjata pusaka. Karena wajah keduanya mirip, Bathara Narada selaku utusan kahyangan memberi senjata Kontawijaya kepada Karna, bukan kepada Arjuna. Setelah menyadari kesalahannya, Narada menemui Arjuna yang sebenarnya. Arjuna lalu mengejar Karna untuk merebut senjata Kontawijaya. Pertarunganpun terjadi, Karna berhasil meloloskan diri membawa senjata Kontawijaya, sedangkan Arjuna hanya berhasil merebut sarung pembungkus pusaka tersebut. Namun sarung pusaka konta tersebut dari kayu mustaba yang ternyata bisa digunakan untuk memotong tali pusar Tetuka.
Akan tetapi keajaiban terjadi, kayu mustaba musnah dan bersatu dalam perut Tetuka. Krisna yang ikut menyaksikannya berpendapat bahwa pengaruh kayu mustaba akan menambah kekuatan bayi Tetuka. Namun ia juga meramalkan bahwa kelak Tetuka akan tewas ditangan pemilik senjata Kontawijaya. Tetuka kemudian dipinjam Narada untuk dibawa kekahyangan yang saat itu sedang diserang musuh bernama patih Sekipu dari kerajaan Trabelasuket. Ia diutus rajanya bernama Kalapracona untuk melamar bidadari bernama Batari Supraba. Bayi Tetuka dihadapkan sebagai lawan sekipu. Anehnya, semakin dihajar bukannya mati, Tetuka justru semakin kuat.
Karena malu, Sekipu mengembalikan Tetuka kepada Narada untuk dibesarkan saat itu juga. Narada kemudian menceburkan tubuh Tetuka kedalam kawah Candradimuka, digunung jamurdipa. Para dewa kemudian melempar berbagai jenis senjata pusaka kedalam kawah. Beberapa saat kemudian, Tetuka muncul kepermukaan sebagai seorang laki-laki dewasa. Segala jenis pusaka para dewa telah melebur dan bersatu kedalam dirinya. Tetuka kemudian bertarung melawan Sekipu dan berhasil membunuhnya dengan menggunakan gigitan taring. Krisna dan para Pandawa saat itu datang menyusul kekahyangan. Kresna kemudian memotong taring Tetuka  dan menyuruhnya dan menyuruhnya berhenti menggunakan sifat kaum raksasa.
Bathara Guru, raja kahyangan menghadiahkan seperangkat pakaian pusaka, yaitu Caping Basunanda, Kotang Antrakusuma dan Terompah Padakacama untuk dipakai Tetuka, yang sejak saat itu diganti namanya menadi Gatotkaca. Dengan menggunakan pakaian pusaka tersebut, Gatotkaca mampu terbang secepat kilat menuju kerajaan Trabelasuket dan membunuh Kalapracona.
Dalam versi pewayangan Jawa, Gatotkaca menikah dengan sepupunya, yaitu Pregiwa, putri Arjuna. Ia berhasil menikahi Pregiwa melalui perjuangan berat, yaitu menyingkirkan saingannya, yaitu bernama Laksmana Mandrakumara putra Duryudana dari keluarga Kurawa. Dari perkawinan dengan Gatotkaca lahir seorang putra bernama Sasakirana. Ia menjadi panglima perang kerajaan Hastina pada masa pemerintahan Parikesit, putra Abimanyu atau cucu Arjuna. Versi lain mengisahkan, Gatotokaca mempunyai dua orang istri lagi selain Pregiwa yaitu Suryawati dan Sumpaniwati. Dari keduanya masing-masing lahir Suryaka dan Jayasumpena.
Perang Kurukhsetra dalam pewayangan Jawa biasa disebut perang Bhatarayudha. Kisahnya diadaptasi dan dikembangkan dari naskah Kakawin Bharatayudha yang ditulis tahun 1157 pada zaman kerajaan Kediri. Versi pewayangan Gatotkaca sangat akrab dengan sepupunya bernama Abimanyu putra Arjuna. Suatu hari Abimanyu menikah dengan Utari Putri karajaan Wirata, dimana ia mengaku masih perjaka.  Padahal saat itu Abimanyu telah menikah dengan Sundari putri Krisna. Sundari yang dititipkan diistana Gatotkaca mendengar suaminya menikah lagi. Paman Gatotkaca yang bernama Kalabendana meneui Abimanyu untuk mengajaknya pulang. Kalabendana adalah adik bungsu Arimbi yang berwujud raksasa bulat kerdil tapi berhati polos dan mulia. Hal itu membuat Utari merasa cemburu. Abimanyu terpaksa bersumpah jika benar dirinya telah beristri selain Utari, maka kelak ia akan mati dikeroyok musuh. Kalabendana kemudian menemui      Gatotkaca untuk melaporkan sikap Abimanyu. Namun Gatotkaca justru mamarahi Kalabendana yang dianggap lancang mencampuri urusan rumah tangga sepupunya itu. Karena terlalu emosi, Gatotkaca sampai memukul kepala Kalabendana. Meskipun perbuatan itu dilakukan tanpa sengaja, namun pamannya itu tewas seketika.
Menjelang perang Bharatayudha, Gatotkaca diangkat oleh Yudhistira menjadi panglima pasukan pihak Pandawa. Gatotkaca juga diberi kepercayaan untuk menjaga seluruh wilayah Kurusetra tempat berlangsungnya perang. Gatotkacapun patuh ketika Krisna, memintanya agar tidak mengeluarkan seluruh kesaktiaannya saat perang Kurusetra. Gatotkaca lebih banyak menjaga dari udara, dan turun bila memang perlu. Dia juga patuh ketika disuruh mengeluarkan kesaktian justru disaat piak Kurawa, dimedan laga dipimpin langsung oleh sang panglima Karna, yang telah diahadiahi senjata Konta Wijayadanu oleh Bathara Indra, beberapa sebelum perang.
Gatotkaca sadar betul bahwa saat dimintamaju kemedan laga, itu berarti ia akan sengaja dikorbankan menjadi tumbal dipihak Pandawa. Agar senjata Konta yang hanya bisa dipakai sekali itu, terhujam tubuhnya, hingga Arjuna selamat dari ancaman Karna. Ketika Bharatayudha meletus, Abimanyu benar-benar tewas dikeroyok para Kurawa pada hari ke-13. Esoknya pada hari ke-14 Arjuna berhasil membalas kematian putranya itu dengan cara memenggal kepala Jayadrata. Duryudhana sangat sedih atas kematian Jayadrata. Ia memaksa Karna menyerang perkemahan Pandawa malam itu juga. Karna terpaksa berangkat meskipun hal itu melanggar perang.
Mendengar para Kurawa melancarkan serangan malam, pihak Pandawa mengirim Gatotkaca untuk menghadang. Gatotkaca sengaja dipilih karena kotang Antrakusuma yang ia pakai mampu memancarkan cahaya terang benerang. Pertempuran malam itu berlangsung mengerikan. Gatotkaca berhasil menewaskan sekutu Kurawa yang bernama Lembusu. Namun ia sendiri kehilangan pamannya yaitu Breajalamadan dan Brajawikalpa yang tewas bersama musuh-musuh mereka.
Gatotkaca akhirnya berhadapan dengan Karna, pemilik senjata Kontawijaya. Iapun menciptakan kembaran dirinya sebanyak seribu orang hingga membuat Karna merasa kebingungan. Atas petunjuk ayahnya yaitu Bathara Surya, Karna berhasil menemukan Gatotkaca yang asli Iapun melepaskan senjata Kontawijaya kearah Gatotkaca. Gatotkaca coba menghindar dengan cara terbang setinggi-tingginya. Namun arwah Kalabendana tiba-tiba muncul menghadap Kontawijaya sambal menyampaikan berita dari kahyangan bahwa ajal dairi Gatotkaca telah ditentukan malam itu.  Gatotkaca pasrah terhadap keputusan dewata. Namun ia berpesan supaya mayatnya masih bisa digunakan untuk membunuh musuh.Kalabendana setuju. Ia kemudian menusuk pusar Gatotkaca menggunakan senjata kontawijaya. Pusaka itupun musnah bersatu dengan sarungnya, yaitu Mustabayang masih tersimpan didalam perut Gatotkaca.
Gatotkacapun tewas seketika. Arwah Kalabendana kemudian melemparkan mayatnya kearah Karna. Karna berhasil melompat sehingga lolos dari maut. Namun keretanya hancur berkepingikeping tertimpa tubuh Gatotkaca yang meluncur kencang dari angkasa. Akibatnya, pecahan kereta tersebut meleset kesegala arah dan menewaskan para prajurit Kurawa yang berada disekitarnya, tidak terhitung jumlah mereka yang mati.  

Daftar Pustaka
Nanda MH, Wayang Dan Tokoh,Bintang Cemerlang.Yogyakarta 2013                        

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Pocket