A. Wayang
Dan Budaya Jawa
Dalam bahasa Jawa halus atau krama,pergelaran wayang
disebut ringgitan. Dalam bentuk ngoko adalah wayangan. Jadi didalam membangun
rumah,orang Jawa sudah meniati untuk menyediakan tempat khusus bagi pergelaran
wayang. Ini menandakan betapa kuatnya pengaruh wayang dalam kehidupan orang
Jawa.
Wayang merupakan identitas utama manusia Jawa.
Demikian kata Marbangun Hardjowirogo dalam Manusia
Jawa (1983:33), yaitu dalam bab yang diberi judul “manusia Jawa dan wayang”.
Salah satu hal yang menarik adalah bahwa Raffles
mengkaitkan tarikh Ramayana dengan
tarikh Mahabharata secara berbeda
dengan versi pewayangan sekarang, dimana kita dapat melihat pertemuan itu lewat
lakon karangan Rama Nitis. Dalam
lakon ini Rama mengakhiri hidupnya dengan cara nitis atau menyatu dengan Kresna
sebagai avatara Wisnu sesudahnya. Dalam versi Raffles, kematian Rama menandai
pergantian zaman kedua, yaitu Treta Yuga (Raffles : Treta Yoga) ke zaman
ketiga, yaitu Dwapara Yuga (Raffles : Duapara Yoga). Dan saat itu kira-kira
bersamaan dengan masa hidupnya Sakri, yaitu mbah
canggahnya Pandhawa dalam alur kisah Mahabharata.
B. Asal-Usul
Wayang
Kesimpulan dan pendapat dari para pakar wayang pada
garis besarnya terbagi menjadi dua:
1. Pertunjukan
wayang berasal, atau setidak-tidaknya terpengaruh oleh pertunjukan tonil India
Purba yang disebut chayanataka
(seperti pertunjukan bayang-bayang).
2. Pertunjukan
wayang adalah ciptaan asli orang Jawa.
C. Wayang
sebagai Tontonan dan Tuntunan
Kita semua mengetahui, bahwa bagi masyarakat Jawa
wayang tidaklah hanya sekedar tontonan
tetapi juga tuntunan. Wayang bukan
sekedar sebagai sarana hiburan, tetapi juga sebagai media komunikasi, media
penyuluhan dan media pendidikan.
Ditinjau dari segi upaya pengembangan budaya Jawa,
kedua fungsi wayang tersebut yakni fungsi tontonan dan fungsi tuntunan,
semuanya perlu me ndapat perhatian dalam pembinaan wayang. Keduanya perlu
senantiasa dijaga dan ditingkatkan kwalitasnya agar selalu dapat memenuhi
embannya dengan baik.
0 komentar:
Posting Komentar