Prabu Anglingdarma adalah nama seorang tokoh legenda dalam tradisi Jawa, yang dianggap sebagai titisan Batara Wisnu. Salah satu keistimewaan tokoh ini adalah kemampuannya untuk mengetahui bahasa segala jenis binatang. Selain itu, ia juga disebut sebagai keturunan Arjuna, seorang tokoh utama dalam kisah Mahabharata.
Anglingdarma
merupakan keturunan ketujuh dari Arjuna, seorang tokoh utama dalam kisah
Mahabharata. Hal ini dapat dimaklumi karena menurut tradisi Jawa, kisah
Mahabharata dianggap benar-benar terjadi di Pulau Jawa. Dikisahkan bahwa,
Arjuna berputra Abimanyu. Abimanyu berputra Parikesit. Parikesit berputra
Yudayana. Yudayana berputra Gendrayana. Gendrayana berputra Jayabaya. Jayabaya
memiliki putri bernama Pramesti, dan dari rahim Pramesti inilah lahir seorang putra
bernama Prabu Anglingdarma.
Semenjak
Yudayana putra Parikesit naik takhta, nama kerajaan diganti dari Hastina
menjadi Yawastina. Yudayana kemudian mewariskan takhta Yawastina kepada
Gendrayana. Pada suatu hari Gendrayana menghukum adiknya yang bernama Sudarsana
karena kesalahpahaman. Batara Narada turun dari kahyangan sebagai utusan
dewata untuk mengadili Gendrayana. Sebagai hukuman, Gendrayana dibuang ke hutan sedangkan
Sudarsana dijadikan raja baru oleh Narada. Gendrayana membangun kerajaan baru
bernama Mamenang. Ia kemudian digantikan oleh putranya yang bernama
Jayabaya. Sementara itu, Sudarsana digantikan putranya yang bernama Sariwahana.
Sariwahana kemudian mewariskan takhta Yawastina kepada putranya yang bernama Astradarma. Antara Yawastina dan Mamenang terlibat perang saudara berlarut-larut. Atas usaha pertapa kera putih bernama Hanoman yang sudah berusia ratusan tahun, kedua negeri pun berdamai, yaitu melalui perkawinan Astradarma dengan Pramesti, putri Jayabaya.
Sariwahana kemudian mewariskan takhta Yawastina kepada putranya yang bernama Astradarma. Antara Yawastina dan Mamenang terlibat perang saudara berlarut-larut. Atas usaha pertapa kera putih bernama Hanoman yang sudah berusia ratusan tahun, kedua negeri pun berdamai, yaitu melalui perkawinan Astradarma dengan Pramesti, putri Jayabaya.
Pada
suatu hari Pramesti mimpi bertemu Batara Wisnu yang berkata akan lahir ke dunia
melalui rahimnya. Ketika bangun tiba-tiba perutnya telah mengandung. Astradarma
marah menuduh Pramesti telah berselingkuh. Ia pun mengusir istrinya itu
pulang ke Mamenang. Jayabaya marah melihat keadaan Pramesti yang
terlunta-lunta. Ia pun mengutuk negeri Yawastina tenggelam oleh banjir lumpur.
Kutukan tersebut menjadi kenyataan. Astradarma pun tewas bersama
lenyapnya istana Yawastina. Setelah kematian suaminya, Pramesti melahirkan seorang putra yang diberi nama Anglingdarma.
lenyapnya istana Yawastina. Setelah kematian suaminya, Pramesti melahirkan seorang putra yang diberi nama Anglingdarma.
Kelahiran
bayi titisan Wisnu tersebut bersamaan dengan
wafatnya Jayabaya yang mencapai moksa. Tahta Mamenang kemudian diwarisi oleh Jaya Amijaya, saudara Pramesti. Setelah dewasa, Anglingdarma membawa ibunya pindah ke sebuah negeri yang dibangunnya, bernama Malawapati. Di sana ia memerintah dengan bergelar Prabu Anglingdarma, atau Prabu Ajidarma. Anglingdarma sangat gemar berburu. Pada suatu hari ia
menolong seorang gadis bernama Setyawati yang dikejar harimau. Setyawati lalu diantarkannya pulang ke rumah ayahnya, seorang pertapa bernama Resi Maniksutra. Tidak hanya itu, Anglingdarma juga melamar Setyawati sebagai istrinya. Kakak Setyawati yang bernama Batikmadrim telah bersumpah barang siapa ingin menikahi adiknya harus dapat mengalahkannya. Maka terjadilah pertandingan yang dimenangkan oleh Anglingdarma. Sejak saat itu, Setyawati menjadi permaisuri Anglingdarma sedangkan Batikmadrim diangkat sebagai patih di Kerajaan Malawapati.
wafatnya Jayabaya yang mencapai moksa. Tahta Mamenang kemudian diwarisi oleh Jaya Amijaya, saudara Pramesti. Setelah dewasa, Anglingdarma membawa ibunya pindah ke sebuah negeri yang dibangunnya, bernama Malawapati. Di sana ia memerintah dengan bergelar Prabu Anglingdarma, atau Prabu Ajidarma. Anglingdarma sangat gemar berburu. Pada suatu hari ia
menolong seorang gadis bernama Setyawati yang dikejar harimau. Setyawati lalu diantarkannya pulang ke rumah ayahnya, seorang pertapa bernama Resi Maniksutra. Tidak hanya itu, Anglingdarma juga melamar Setyawati sebagai istrinya. Kakak Setyawati yang bernama Batikmadrim telah bersumpah barang siapa ingin menikahi adiknya harus dapat mengalahkannya. Maka terjadilah pertandingan yang dimenangkan oleh Anglingdarma. Sejak saat itu, Setyawati menjadi permaisuri Anglingdarma sedangkan Batikmadrim diangkat sebagai patih di Kerajaan Malawapati.
Pada
suatu hari ketika sedang berburu, Anglingdarma memergoki istri gurunya
yang bernama Nagagini sedang berselingkuh dengan seekor ular tampar. Anglingdarma
pun membunuh ular jantan sedangkan Nagagini pulang dalam keadaan terluka.
Nagagini kemudian menyusun laporan palsu kepada suaminya, yaitu Nagaraja supaya
membalas dendam kepada Anglingdarma. Nagaraja pun menyusup ke dalam istana
Malawapati dan menyaksikan Anglingdarma sedang membicarakan perselingkuhan
Nagagini kepada Setyawati. Nagaraja pun sadar bahwa istrinya yang salah. Ia pun
muncul dan meminta maaf kepada Anglingdarma. Nagaraja mengaku ingin mencapai
moksa. Ia kemudian mewariskan ilmu kesaktiannya berupa Aji Gineng kepada
Anglingdarma. Ilmu tersebut harus dijaga dengan baik dan penuh rahasia. Setelah
mewariskan ilmu tersebut Nagaraja pun wafat.
Sejak
mewarisi ilmu baru, Anglingdarma menjadi paham bahasa binatang. Pernah ia
tertawa menyaksikan percakapan sepasang cicak. Hal itu membuat Setyawati
tersinggung. Anglingdarma menolak berterus terang karena terlanjur berjanji
akan merahasiakan Aji Gineng, membuat Setyawati bertambah marah. Setyawati pun
memilih bunuh diri dalam api karena merasa dirinya tidak dihargai lagi.
Anglingdarma berjanji lebih baik menemani Setyawati mati, daripada harus
membocorkan rahsia ilmunya. Ketika upacara pembakaran diri digelar,
Anglingdarma sempat mendengar percakapan sepasang kambing. Dar percakapan itu
Anglingdarma sadar kalau keputusannya menemani Setyawati mati adalah
keputusan emosional yang justru merugikan rakyat banyak. Maka, ketika Setyawati
terjun ke dalam kobaran api, Anglingdarma tidak menyertainya.
Perbuatan
Anglingdarma yang mengingkari janji sehidup semati dengan Setyawati membuat
dirinya harus menjalani hukuman buang sampai batas waktu tertentu sebagai penebus
dosa. Kerajaan Malawapatipun dititipkannya kepada Batikmadrim. Dalam
perjalanannya, Anglingdarma bertemu tiga orang putri bernama Widata, Widati,
dan Widaningsih. Ketiganya jatuh cinta kepada Anglingdarma dan menahannya untuk
tidak pergi. Anglingdarma menurut sekaligus curiga karena ketiga putri tersebut
suka pergi malam hari secara diam-diam. Anglingdarma menyamar sebagai burung
gagak untuk menyelidiki kegiatan rahasia ketiga putri tersebut. Ternyata setiap
malam ketiganya berpesta makan daging manusia. Anglingdarma pun berselisih
dengan mereka mengenai hal itu. Akhirnya ketiga putri mengutuknya menjadi
seekor belibis putih. Belibis putih tersebut terbang sampai ke wilayah Kerajaan
Bojanagara.
Di
sana ia dipelihara seorang pemuda desa bernama Jaka Geduk. Pada saat itu Darmawangsa
raja Bojanagara sedang bingung menghadapi pengadilan di mana seorang wanita bernama
Bermani mendapati suaminya yang bernama Bermana berjumlah dua orang. Atas
petunjuk belibis putih, Jaka Geduk berhasil membongkar Bermana palsu
kembali ke wujud aslinya, yaitu Jin Wiratsangka. Atas keberhasilannya itu, Jaka
Geduk diangkat sebagai hakim negara, sedangkan belibis putih diminta
sebagai peliharaan Ambarawati, putri Darmawangsa. Anglingdarma yang telah
berwujud belibis putih bisa berubah ke wujud manusia pada malam hari saja.
Setiap malam ia menemui Ambarawati dalam wujud manusia. Mereka akhirnya menikah
tanpa izin orang tua. Dari perkawinan itu Ambarawatipun mengandung. Darmawangsa
heran dan bingung mendapati putrinya mengandung tanpa suami. Kebetulan
saat itu muncul seorang pertapa bernama Resi Yogiswara yang mengaku siap
menemukan ayah dari janin yang dikandung Ambarawati.
Yogiswara
kemudian menyerang belibis putih peliharaan Ambarawati. Setelah melalui
pertarungan seru, belibis putih kembali ke wujud Anglingdarma, sedangkan
Yogiswara berubah menjadi Batikmadrim. Kedatangan Batikmadrim adalah untuk
menjemput Anglingdarma yang sudah habis masa hukumannya. Anglingdarma kemudian
membawa Ambarawati pindah ke Malawapati. Dari perkawinan kedua itu lahir seorang
putra bernama Anglingkusuma, yang setelah dewasa menggantikan kakeknya menjadi
raja di Kerajaan Bojanagara, ia pun mempunyai musuh yang bernama Durgandini dan
Sudawirat. Pada suatu saat kerajaan Anglingdarma berjaya dan mampu menaklukan
musuh-musuhnya, dan saat itulah Sudawirat terbuka hatinya untuk mengabdi kepada
Kerajaan yang dipimpin oleh Prabu Anglingdarma.
Kisah
ini mempunyai nilai-nilai luhur kehidupan bahwa setiap perbuatan, ucapan,
pikiran kita hendaklah berhati-hati, yang diucapkan bisa menjadi kenyataan,
yang dipikir bisa menjadi kenyataan, yang diperbuat bisa menjadi kebaikan dan
keburukan bagi kita. Kita dipahami bahwa para leluhur telah (membimbing dan
mengarahkan) anak turunnya agar memperoleh kemuliaan hidup. Di sisi lain,anak-turunnya
melakukan berbagai cara untuk mewujudkan rasa berbakti sebagai wujud balas
budinya kepada orang-orang yang telah menyebabkan kelahirannya di muka bumi.
Sadar atau tidak warisan para leluhur kita & leluhur nusantara berupa tanah
perdikan (kemerdekaan), ilmu, ketentraman, kebahagiaan bahkan harta benda masih
bisa kita rasakan hingga kini.
0 komentar:
Posting Komentar