Sengkuni merupakan putra
ke dua dari empat bersaudara putra Prabu Suwala. Dia diberi nama kecil
Trigantalpati oleh Prabu Suwala. Perawakannya kecil dan tampan semasa muda.
Saudara paling kecilnya Dewi Antiwati menjadi istri Patih Udawa dari Dwarawati.
Suatu ketika ada sayembara
untuk memperebutkan putri Mandura, Dewi Kuthitalibrata, yang terkenal akan
kecantikannya. Suman ingin mengikuti sayembara tersebut dan berangkat ke
Mandura bersama kakaknya Dewi Gandari.
Di tengah jalan mereka
bertemu dengan Prabu Pandu Dewanata yang sedang dalam perjalanan pulang dari
Madura karena dia sudah memenangkan sayembara tersebut. Lalu terjadilah
pertarungan antara Raden Suman dan Pandu yang berakhir dengan kekalahan
Trigantalpati. Selanjutnya Pandu mengajak Gendari dan Trigantalpati ke Kerjaan
Astinapura dan berjanji akan menjadikan Gendari sebagai istrinya.
Namun, Gendari ternyata
tidak menjadi istri dari Pandu. Dia menjadi istri dari Destarastra yang
merupakan kakak dari Pandu. Timbul dendam dalam diri Gendari, bahkan Trigantalpati
pun ikut memendam dendam kepada Pandu. Ditambah dia juga memendam hati kepada
Dewi Kunthi.
Semenjak itu, dia selalu
bersama-sama dengan Gendari dan Destarastra. Dialah yang mengasuh dan
membesarkan putra-putra Kurawa. Kurupati lebih dekat kepada Trigantalpati dari
pada sang ayah Destarastra. Kedekatan dengan Kurupati juga memberikan pengaruh
yang kuat terhadap Kurawa yang lain. Karena, adik-adik Kurupati sangat
menghormati sang sulung. Kharisma sang putra pertama begitu dihormati oleh
saudara-saudaranya yang lain.
Dendam dalam diri
Trigantalpati terhadap Pandu dan keturunannya benar-benar membuat dia
menghalalkan segala cara agar tujuannya tercapai. Sedikit demi sedikit dia
mulai melancarkan rencana untuk menjadi penguasa Astina. Dia memulai dengan
ingin menjadi Patih Kerajaan Astina Pura.
Rencana pertama adalah
dengan menyingkirkan Gandamana, Patih Prabu Pandu Sang Raja Astina Pura. Pertama dia
provokasi orang-orang Pringgodani untuk mempermasalahkan perbatasan Astina dan
Pringgodani. Kedua negara awalnya bertetangga baik dan rukun-rukun saja.
Tahap kedua, dia provokasi Gandamana untuk memimpin prajurit melawan
Pringgodani. Karena keluguan dan kejujuran Gandamana, dia pun terprovokasi
omongan Trigantalpati. Padahal awalnya Gandamana mengusulkan penyelesaian lewat
jalan damai. Karena, Gandamana tidak mati dan memperoleh kemenangan, maka
dilanjut kerencana ketiga, yaitu dengan menjebaknya dalam perjalanan
pulang. Gandamana dijebak ke dalam sebuah lubang yang sudah disiapkan dan
dihujani dengan tombak. Lalu dikubur di dalam lobang tersebut.
Ternyata Gandamana masih
dalam keadaan sehat. Jebakan Trigantalpati untuk membunuh Gandamana kembali
gagal. Jebakan itu gagal karena kesaktian ilmu kanuragan yang dimiliki
Gandamana. Gandamana pulang ke Astina lalu menghajar Trigantalpati sampai
wajahnya menjadi buruk rupa. Karena hal inilah muncul nama Sengkuni. Yang
berati karena bunyi (ucapan).
Selanjutnya cerita
mengatakan bahwa waktu itu Sengkuni meminta Pandu untuk memilih dia atau
Gandamana. Dan Gandamana memilih sendiri untuk pulang ke Pancala dan mengabdi
kepada sang kakak Prabu Drupada. Akhirnya walaupun Gandamana tidak mati terkena
tipu dayanya, Sengkuni tetap menjadi patih Astina.
“Kisah kudeta Sengkuni
untuk menjadi Patih kerajaan Astina ini lah yang nampaknya mengilhami para
pengamat politik, untuk meyebut perisitwa di tubuh PD beberapa waktu lalu
sebagai kudeta Sengkuni. Walau pun gagal tetapi Anas tetap pergi dari kursi
Ketum PD.”
Patih
Sengkuni
Setelah menjadi patih,
keinginannya untuk senantiasa membuat permusuhan keluarga Pandu dan Destarastra
semakin terbuka dan mudah. Apalagi dengan meninggalnya ayah para Pandawa, sang
Prabu Pandu Dewanata. Dan diangkatnya Prabu Destarastra menjadi Raja Astina.
Apalagi memang Destarastra merupakan orang yang lemah.
Tahap awal dia selalu
memisahkan anak-anak Pandawa dan Kurawa. Memisahkan ketika mereka sedang
bermain apapun atau pun ketika sedang dilatih oleh guru mereka Sang Maharesi
Bisma. Sengkuni mengajarkan bahwa Kurawa itu Kurawa dan Pandawa itu Pandawa.
“Sangkuni sebenarnya tidak
begitu piawai dalam olah kanuragan. Tetapi seluruh tubuhnya kebal terhadap
berbagai jenis senjata karena dengan kelicikannya dia berhasil mendapatkan
khasiat dari minyak Tala milik Prabu Pandu yang sudah meninggal. Peristiwa
minyak tala ini juga yang membawa keluarga Pandawa dan Kurawa bertemu dengan
Bambang Kumbayana. Yang pada akhirnya menjadi guru besar kedua keluarga
tersebut bergelar Pandhita Durna.”
Langkah selanjutnya untuk
menyingkirkan Pandawa adalah dengan membunuh mereka lewat peristiwa
pembakaran ‘Balai Segalagala’. Peristiwa ini dimulai ketika Prabu
Destarastra berniat mengembalikan tahta Astina kepada Pandawa. Dengan alasan
merayakan dengan mengadakan pesta, dia merencanakan penjebakan ini. Startegi
dengan rapi mereka jalankan, tetapi Pandawa dan Dewi Kunthi berhasil selamat
setelah dibantu oleh hewan garangan putih yang menunjukkan adanya jalan air di
bawah balai tersebut yang dahulu pernah dibuat oleh Prabu Sentanu, ayah Bisma,
Raja Astina sebelum kakek Pandawa-Kurawa. Peristiwa ini membawa Bima bertemu
dengan istri pertamannya Dewi Nagagini, putri Bathara Antaboga. Dewa yang juga
menyelamatkan Pandawa dengan menyamar sebagai garangan putih.
Dalam pelarian itu juga
terjadi peristiwa ‘alap-alapan Dewi Drupadi’ yang berhasil
dimenangkan oleh Puntadewa lewat bantuan Arjuna dan Bima. Terjadi juga
peristiwa pertemuan Pandawa dengan Prabu Arimba, Raja Pringgadani, berakhir
dengan kematian Prabu Arimba oleh Bima dan diperistrinya Arimbi, adik Arimba,
oleh Bima. Serta peristiwa ‘Kangsa adu jago’ dimana Arjuna dan Bima
bertemu sepupu mereka Kakrasana, Narayana, dan Dewi Laraireng di Kerajaan
Mandura.
Rencana ‘balai sigalagala’
ini berakhir dengan kegagalan pembunuhan terhadap Pandawa, tetapi Sengkuni
semakin berkuasa di Astina setelah keberhasilan Duryudana membujuk Destarastra
untuk mengangkat dirinya menjadi Raja Astina Pura. Dan kegagalan pembunuhan
Pandawa baru diketahui setelah dua tahun peristiwa ‘balai sigalagala’
terjadi, Pandawa kembali ke Astina Pura bersama ibu mereka dan Drupadi.
Gagal dengan rencana ini,
lalu dengan dalih untuk menghindari percekcokan maka Pandawa diberikan sebuah
wilayah yang masih hutan belantara. Dalam cerita pewayangan kita kenal cerita
ini dengan lakon ‘babat alas amer’. Pada akhirnya berdirilah kerajaan yang
diberi nama Kerajaan Amarta dengan raja pertamanya Prabu Puntadewa. Rencana ini
juga tak sepi dari konspirasi, karena alas amer merupakan hutan yang dipenuhi
hewan buas dan terkenal angker. Selain rumah bagi hewan buas juga merupakan
sebuah kerajaan jin. Tetapi, sekali lagi rencana gagal.
Ternyata tetap ada
ketakutan dalam diri Duryudana, dia tetap tidak terima dengan apa yang
diperoleh Pandawa. Bisa kita andaikan, walau tidak tertulis, Kerajaan Amarta
yang dibangun oleh Pandawa ini semakin maju pesat dalam berbagai bidang dan
bisa menggeser peran sebagai Kerajaan yang sudah mapan sebelumnya yaitu
Kerajaan Astina.
Maka Sengkuni pun beraksi
dengan mengusulkan kepada Duryudana untuk mengundang Pandawa main dadu. Dalam budaya
waktu itu, undangan main dadu dari seorang raja kepada raja lain merupakan
suatu kehormatan. Selain menyingkirkan Pandawa, Sengkuni juga ingin Kurawa
berkuasa penuh atas Amarta.
Dengan kelicikan Sengkuni,
dia mengakali dadunya sehingga bisa diatur untuk kemenangan Kurawa. Dalam
lakon ‘Pandawa Dadu’ ini jatuhlah Amarta kepada Duryudana. Pandawa
harus berada dalam pengasingan selama 12 tahun, serta 1 tahun bersembunyi untuk
membayar taruhannya. Jika pada tahun ke-13 mereka ketahuan maka mereka harus
mengulang lagi untuk 12 tahun begitu seterusnya.
“Dalam lakon-lakon
penting, secara garis besar beginilah urutan pentingnya. Karena lakon penting
setelah ini adalah Perang Bharatayudha. Tetapi ada begitu banyak lakon-lakon
yang lain yang menghiasi kisah pewayangan yang melengkapi cerita-cerita utama.
“
“Dalam lakon-lakon itu
akan kita dapati bahwa Patih Sengkuni merupakan otak dari setiap tidakan buruk
yang dilakukan Kurawa kepada Pandawa. Semisal ketika dia membujuk Pandhita
Durna untuk membuat reka daya guna melenyapkan Bima. Kembali reda daya ini
gagal, malahan Bima bisa bertemu dengan Dewa Ruci dan mendapatkan pencerahan
dalam hidup.”
Sebenarnya upaya
perdamaian Pandawa dengan Kurawa sudah diusahakan sejumlah pihak. Namun
upaya-upaya itu selalu gagal terbentur kesombongan Duryudana ditambah provokasi
Sengkuni yang ingin menguasai secara penuh wilayah Astina Pura. Ingat Amarta
sebenarnya wilayah Astina yang dikembangkan oleh Pandawa menjadi Kerajaan maju.
“Dalam cerita asli,
sebenarnya bagi Pandawa wilayah Amarta atau Indraprasta sudah cukup dan tidak
perlu untuk menguasai Astina secara penuh. Tetapi, dalam cerita pewayangan Jawa
mungkin ada perbedaan pendapat antar dalang. Karena, nampaknya saat ini tidak
ada cerita yang benar-benar mengikuti alur sehingga ada beberapa perbedaan
masalah ini. Ada yang mengatakan, Pandawa tetap meminta haknya. Namun ada pula
yang mengatakan, cukup diberi sedikti wilayah Astina.”
Kesombongan Kurawa ini
dikarenakan secara head to head Kurawa sudah unggul di medan
pertempuran. Karena mereka punya Adipati Karna, orang paling sakti di dunia
wayang. Mereka juga punya Resi Bhisma dan Pandhita Durna yang keduanya
merupakan guru besar Pandawa dan Kurawa. Ada juga Prabu Salya, Jayadrata, dan raja-raja
lain. Ditamabah lagi mereka ada 100 orang yang tentu saja mereka mempunyai
kesaktian juga. Apalagi Duryudana dan Sengkuni sama-sama kebal berbagai macam
senjata. Sekali lagi secara kekuatan fisik sebenarnya Kurawa unggul.
Tetapi, kekalahan Kurawa dalam
perang Bharatayuda dikarenakan tidak adanya persatuan di antara mereka dan
tidak ada ahli startegi perang yang mumpuni. Salya dengan Karna saling
bermusuhan padahal mereka ini mertua dan menantu, hal ini juga yang menyebabkan
Karna kalah melawan Arjuna. Dan beberapa permusuhan lain dalam tubuh Kurawa.
Kematian senopati-senopati perang pihak Kurawa terjadi karena kecerdikan Kresna
membuat reka daya dalam perang sehingga para senopati Kurawa gugur satu per
satu. Dan orang seperti Kresna tidak ada dalam tubuh kubu Kurawa.
“Dalam peperangan dunia
nyata memang banyak akan kita dapati kekuatan secara fisik tidak menjamin
sebuah kemenangan. Kemajuan peradaban pun juga tidak menjamin secara penuh
sebuah kemenangan dalam perang. Banyak kemenangan terjadi karena strategi yang
digunakan lebih unggul, tepat guna, dan berhasil guna untuk memperoleh
kemenangan dalam perang. “
Kematian
Sengkuni
Sengkuni meninggal di
medan laga ketika terjadi perang Bharatayudha meletus. Dalam cerita asli,
Sengkuni mati di tangan Sadewa. Tetapi dalam pewayangan dia mati di tangan
Bima. Karena khasiat minyak tala, dia menjadi sulit untuk dikalahkan.
Sampai-sampai Bima putus asa dan kehabisan akal, sampai dia mendapat nasehat
dari Kresna dan Semar untuk menyerang bagian mulut dan duburnya, karena dua
bagian itu yang tidak mendapat khasiat dari minyak tala. Dan akhirnya Sengkuni
dapat dikalahkan, walaupun belum mati karena khasiat minyak tala, dalam keadaan
parah karena mulutnya sobek dan tubuhnya remuk.
Dia mati setelah Duryudana
dikalahkan Bima dan dalam keadaan sekarat dan luka parah, Duryudana, mengatakan
bahwa dia hanya mau mati bersama istrinya, Dewi Banowati, karena istrinya lah
pasangan hidup dan matinya. Atas saran Kresna, Sengkuni yang belum mati
didekatkan ke Duryudana. Duryudana tidak tahu karena matanya sudah buta akibat
pertarungannya dan Sengkuni juga sudah tidak bisa bicara. Duryudana dan
Sengkuni mati bersama setelah Duryudana menggigit leher Sengkuni. Dan memang
benar Duryudana mati bersama pasangan sehidup sematinya, yaitu si Sengkuni.
Setelah mati, Bima
mengambil kulit bagian dada Sengkuni untuk digunakan sang ibu Dewi Kunthi
sebagai kemben. Hal ini terjadi karena Sengkuni pernah mencoba untuk memperkosa
Dewi Kunthi sampai kebayanya terlepas tetapi dapat diselamatkan Bima.
Sampai-sampai Kuthi bersumpah tidak akan lagi menggunakan kebaya sebelum
menggunakan kulit Sengkuni sebagai kebaya.
Daftar
Pustaka
Nanda MH,(2013). Wayang
Dan Tokoh. Yogyakarta.Penerbit: Bintang Cemerlang
0 komentar:
Posting Komentar