Menelisik MERON di
sukolilo Pati, Antara Budaya, Tradisi dan Kerukunan. Sepanjang jalan
Sukolilo akan penuh sesak tiap bulan maulud (robi"ul awwal) pada tiap
tahunnya, masyarakat akan berduyun-duyun untuk menyaksikan acara Tradisional yang
mereka sebut dengan "MERON".
Tradisi
Meron merupakan tradisi tahunan yang digelar masyarakat Desa Sukolilo setiap
peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Tradisi itu tumbuh sejak abad XVII.
Waktu itu, Sukolilo masih kademangan di bawah Kasultanan Mataram di bawah perlin
dungan lima bersaudara yang kerap disebut pendawa Sukolilo, yaitu Sura Kadam,
Sura Kerto, Sura Yuda, Sura Dimejo, dan Sura Nata. Upacara ini ditandai
dengan arak-arakan nasi tumpeng gunungan yang menyerupai tombak yang ujungnya
terdapat lingkaran berisi ayam jago atau masjid.
Gunungan itu sangat khas, karena terbagi
menjadi tiga bagian. Bagian teratas adalah mustaka yang berbentuk
lingkaran bunga aneka warna berisi ayam jago atau masjid. Ayam jago menyimbolkan
semangat keprajuritan, masjid merupakan semangat keislaman, dan bunga simbol
persaudaraan. Bagian kedua gunungan itu terbuat dari roncean atau
rangkaian ampyang atau kerupuk aneka warna berbahan baku tepung dan cucur atau
kue tradisional berbahan baku campuran tepung terigu dan tepung. Ampyang melambangkan
tameng atau perisai prajurit dan cucur lambang tekad manunggal atau persatuan. Adapun
bagian ketiga atau bawah gunungan disebut ancak atau penopang. Ancak itu
terdiri ancak atas yang menyimbolkan iman, ancak tengah
simbol islam, dan ancak ba wah simbol ikhsan atau kebaikan.
Masyarakat
Sukolilo mempercayai barangsiapa memperoleh salah satu dari bagian-bagian
gunungan itu akan mendapatkan berkah sesuai dengan makna lambang-lambang itu,
Menurut
bahasa:
1. Bahasa Kawi, Meron = Meru atau gunung. Artinya, Meron
adalah upacara yang berbentuk gunungan.
2. Bahasa Jawa Kuno, Meron = Merong atau mengamuk. Dahulu
terbentuknya meron pada saat suasana peperangan. Meron = Emper (bahasa jawa) atau pelataran atau halaman depan
rumah. Karena sebelum di arak, terlebih dahulu meron dipajang di halaman depan
rumah masing-masing perangkat desa.
3. Bahasa Arab, Meron = Mi'roj. Artinya memuncak atau
hubungan manusia dengan Allah. Pemenggalan Bahasa, Meron = "Me"
berarti rame atau ramai. "ron"
berarti tiron atau meniru. Jadi, Meron berarti ramene tiron - tiron atau keramaiannya meniru - niru, yaitu meniru
tradisi Sekaten di Jogjakarta.
0 komentar:
Posting Komentar