Acara Dandangan di Kudus

Sabtu, 03 Januari 2015


Setiap menjelang Bulan Puasa, kota Kudus memiliki tradisi yang oleh warga setempat dinamai “Dandangan”.  Lokasi Dandangan berpusat di jalan Menara Kudus membentang ke jalan-jalan di sekitarnya ke timur hingga perempatan Pekojan dan ke barat hingga Pasar Jember (jalan Kudus-Jepara).
 Tradisi Dandangan ini awalnya pada zaman dahulu masyarakat Kudus berkumpul di depan Menara Masjid "Al Aqsha" yang kini populer dengan sebutan Masjid "Menara" Kudus, menunggu pengumuman awal puasa Ramadhan dari Syeikh Dja'far Sodiq (dikenal dengan sebutan Sunan Kudus). Karena Syeikh Dja'far Sodiq adalah pemimpin agama Islam di Kudus dan ahli falak. Setelah keputusan awal puasa itu disampaikan oleh Kanjeng Sunan Kudus, maka dipukullah beduk di Masjid Menara Kudus, "dang-dang-dang", begitu bunyinya. Dari suara beduk itulah, istilah Dandangan lahir.
Namun seiring perkembangannya Dandangan yang dulu dikenal dengan acara tabuh beduk saja, sekarang menjelma menjadi acara selayaknya pasar malam. Saya rasa penamaan ‘‘Dandangan’’ ini mirip dengan ‘‘Dugderan” di Semarang, yang juga berasal dari suara bedug: “dug dug dug, dher”. Tetapi ciri khas Dandangan ini adalah menyampaikan awal Ramadhan dengan suara bedug "dang-dang-dang".
Pada masa Sunan Kudus penjaja dagangan dari masyarakat sekitar Menara Kudus, dagangan yang ditawarkan hanya makanan yang siap konsumsi. Beriring perkembangan zaman jumlah pedagang sangat banyak dan beragam barang yang ditawarkan. Barang-barang atau produk yang ditawarkan sangat beragam, antara lain: pakaian, sepatu dan sandal, boneka, perhiasan, furnitur, hasil kerajinan, mainan anak-anak, dan berbagai jenis makanan. Di sini juga ada penjual kerak telur khas Betawi.
Pada masa Sunan Kudus Dandangan dibuka pada malam hari. Seiring perkembangan zaman Dandangan dibuka hampir sepanjang hari, dari pagi hingga malam hari, pengunjung acara ini paling banyak pada malam hari, selepas Maghrib hingga menjelang tengah malam. Pada saat jumlah pengunjung memuncak inilah kemacetan jalan-jalan di sekitar lokasi tak terelakkan. 
Jalan tempat lokasi utama Dandangan itu sendiri telah ditutup oleh pihak penyelenggara Dipenda Kudus. Hanya sepeda motor yang dapat lewat dengan berjalan lambat di sela lapak-lapak para pedagang dan lalu-lalang pengunjung yang berjalan kaki.
Pengunjung Dandangan meliputi segala usia, mulai anak-anak hingga lanjut usia, pria dan wanita. Hanya saja usia remaja tampak mendominasi. Kemungkinan besar, pengunjung ini tidak hanya berasal dari Kudus, tetapi juga dari daerah-daerah sekitarnya seperti Demak, Jepara, Pati, dan Grobogan.
 Tradisi Dandangan tentunya harus dilestarikan terus untuk generasi-generasi berikutnya. Karena tradisi ini merupakan cerminan masyarakat Kudus untuk menyambut datangnya Bulan Ramadhan.





0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Pocket