Tradisi

Jumat, 02 Januari 2015


Menelisik MERON di sukolilo  Pati, Antara Budaya, Tradisi dan Kerukunan. Sepanjang jalan Sukolilo akan penuh sesak tiap bulan maulud (robi"ul awwal) pada tiap tahunnya, masyarakat akan berduyun-duyun untuk menyaksikan acara Tradisional yang mereka sebut dengan "MERON".
Tradisi Meron merupakan tradisi tahunan yang digelar masyarakat Desa Sukolilo setiap peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Tradisi itu tumbuh sejak abad XVII. Waktu itu, Sukolilo masih kademangan di bawah Kasultanan Mataram di bawah perlin dungan lima bersaudara yang kerap disebut pendawa Sukolilo, yaitu Sura Kadam, Sura Kerto, Sura Yuda, Sura Dimejo, dan Sura Nata. Upacara ini ditandai dengan arak-arakan nasi tumpeng gunungan yang menyerupai tombak yang ujungnya terdapat lingkaran berisi ayam jago atau masjid.
 Gunungan itu sangat khas, karena terbagi menjadi tiga bagian. Bagian teratas adalah mustaka yang berbentuk lingkaran bunga aneka warna berisi ayam jago atau masjid. Ayam jago menyimbolkan semangat keprajuritan, masjid merupakan semangat keislaman, dan bunga simbol persaudaraan. Bagian kedua gunungan itu terbuat dari roncean atau rangkaian ampyang atau kerupuk aneka warna berbahan baku tepung dan cucur atau kue tradisional berbahan baku campuran tepung terigu dan tepung. Ampyang melambangkan tameng atau perisai prajurit dan cucur lambang tekad manunggal atau persatuan. Adapun bagian ketiga atau bawah gunungan disebut ancak atau penopang. Ancak itu terdiri ancak atas yang menyimbolkan iman, ancak tengah simbol islam, dan ancak ba wah simbol ikhsan atau kebaikan.
Masyarakat Sukolilo mempercayai barangsiapa memperoleh salah satu dari bagian-bagian gunungan itu akan mendapatkan berkah sesuai dengan makna lambang-lambang itu,
Menurut bahasa:
1.   Bahasa Kawi, Meron = Meru atau gunung. Artinya, Meron adalah upacara yang berbentuk gunungan.
2.   Bahasa Jawa Kuno, Meron = Merong atau mengamuk. Dahulu terbentuknya meron pada saat suasana peperangan. Meron = Emper (bahasa jawa) atau pelataran atau halaman depan rumah. Karena sebelum di arak, terlebih dahulu meron dipajang di halaman depan rumah masing-masing perangkat desa.

3.   Bahasa Arab, Meron = Mi'roj. Artinya memuncak atau hubungan manusia dengan Allah. Pemenggalan Bahasa, Meron = "Me" berarti rame atau ramai. "ron" berarti tiron atau meniru. Jadi, Meron berarti ramene tiron - tiron atau keramaiannya meniru - niru, yaitu meniru tradisi Sekaten di Jogjakarta.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Pocket