Cerita Rakyat Dari Kudus

Senin, 05 Januari 2015




Pada sebuah desa yang terpencil hiduplah Seorang janda bernama Randasari yang memiliki anak laki-laki yang tampan, trampil dan gesit. pemuda enerjik ini juga memiliki ilmu kanuragan. Ia sangat menonjol diantara teman-temanya. Ia bernama Kebo Anabrang. Ia suka menolong bila teman-temannya mendapat kesusahan. Namun balas budi yang seharusnya diterima oleh Kebonabrang tidak pernah didapatkan. Meski Kebonabrang tulus dan tidak pamrih dalam membantu masyarakat sekitarnya.
Masyarakat selalu mencemooh Kebonabrang sebagai anak lampoar, anak jadaah yang tidak diketahui bapaknya. Kebonbrang menghadapi dengan tambah, karena pesan ibunya Rondhosari untuk tidak melawan orang yang mencemoohnya,
“biarkan saja semua menghinamu Ngger! Nanti juga mereka capek sendiri.”
Pada awalnya Kebonabrang menuruti semua pesan Ibunya, namun lama kelamaan hatinya tak kuat juga. Kebonabrang marah ketika seorang pemuda mengatakan bahwa dirinya adalah anak hubungan gelap yang tidak pernah dikehendaki oleh kedua orang tuanya. Panaslah kuping Kebonabrang, bergegas pulang ke rumah, daun pintu ditendang hingga roboh.
Nyai Rondhosari yang tengah di dalam rumah bergegas keluar, mendengar suara keras pintu yang roboh.
“Ada apa Ngger, sabar..sabar!” bujuk Nyai Rondosari dengan memegangi kedua tangannya.
“saya ini anak siapa?, saya ngak mau kalau biyung bohong lagi, saya mau biyung jujur mengatakan sebenarnya!”
“sekarang kamu sudah dewasa dan sudah saatnya kamu tahu sebenarnya siapa dirimu Ngger! Sebenarnya kamu adalah Putra dari Sunan Muria” Nyai Rondosari menerangkan sedetail-detailnya asal-usulnya Kebonabrang.
Berbekal cerita yang diperoleh dari Nyai Rondhosari maka berangkatlah Kebonabrang ke Padepokan Muria. dengan sopannya ia menghadap Kanjeng Sunan Muria. Ia mengaku sebagai anak dari Kanjeng Sunan Muria. Dan ia mau berguru kepada Kanjeng Sunan. Sejak kecil memang dia tidak pernah melihat ayahhandanya karena dirahasiakan oleh Nyai Rondosari, baru setelah dewasa ini dia diberitahu oleh ibunya bahwa ayahnya adalah seorang Sunan, yakni Sunan Muria. Akan tetapi pengakuan sang pemuda itu ditolak keras oleh Sunan Muria. Beliau berkata bahwa beliau tidak merasa mempunyai anak yang bernama Kebonabrang. Sebab Ia hanya memiliki seorang anak dari Dewi Roroyono.
Meskipun Sunan Muria menolak pengakuan sang pemuda, Kebonabrang tetap diperbolehkan berguru di Padepokan Muria. Hal ini menjadi kesempatan yang bagus untuk meyakinkan Kanjeng Sunan Muria. Walaupun Kebonabrang mambawa bukti-bukti yang dibekalkan ibunya, kanjeng Sunan masih tetap ragu bahwa dia benar-benar adalah putranya.
Kebonabrang terus menerus mendesak, maka Sunan Muria akhirnya bersedia mengakui bahwa Kebonabrang adalah puteranya, asalkan dia dapat memenuhi syarat. Syaratnya adalah Kebonabrang harus dapat memindahkan salah sebuah pintu Gerbang yang ada di kerajaan Majapahit ke gunung Muria dalam waktu satu malam saja.
“andai kamu bisa memenuhi syarat itu, kamu saya akui sebagai putraku!”
Kebonabrang bersungguh-sungguh untuk mendapatkan pengakuan anak oleh Sunan Muria. Berangkatlah ia ke majapahit untuk mendapatkan sebuah pintu gerbang, setelah ia berkeliling di bekas reruntuhan Majapahit, akhirnya dia menemukan sebuah pintu. Ia akan diambilnya sendiri dengan kukuatan sakti yang dimiliki sejak lahir. ia tengah mempersiapkan.mantra-mantra dan juga doa kepada tuhan agar segera dapat mengakat pintu Majapahit
Bersamaan dengan itu di Juana, sebelah timur Pati, diadakan sayembara untuk dapat mempersunting Roro Pujiwati dengan syarat dapat membawa Pintu Majapahit ke wilayah Ngerang. Hal ini diikuti oleh para pemuda yang ada di daerah Ngerang, namun semunya tak sanggup. ada juga seorang pemuda bernama Raden Ronggo adalah putra Kanjeng Sunan Muria dari ibunya Dewi Roroyono. Sunan Ngerang juga mempunyai seorang puteri lagi, adiknya Dewi Roroyono, bernama Roro Pujiwati.
Ia sedang menuju ke wilayah reruntuhan Kerajaan Majapahit dalam rangka mengikuti sayambara memindahkan pintu Gerbang Majapahit. Sayembara tersebut untuk memperebutkan seorang puteri cantik bernama Roro Pujiwati, putrinya Kyai Ageng Ngerang (Sunan Ngerang) Juana.
Raden Ronggo sangat mencintai Roro Pujiwati, kisah cintanya ini diketahui oleh Ki Ageng Ngerang dan Sunan Muria sehingga mereka berdua bersepakat untuk membuat sayembara yang sekiranya tidak dapat dipenuhi oleh Raden Ranggo. Padahal Roro Pujiwati ini adalah bibinya Raden Ronggo sendiri, karena Roro Pujiwati itu adalah adiknya Raden Ayu Roroyono (ibunya Raden Ronggo).
Kehendak Raden Ronggo untuk mempersunting Roro Pujiwati itu ditolak, karena di dalam agama tidak diporbolehkan keponakan menikahi bibinya. Ki Ageng Ngerang dan Sunan Muria berunding Bagaimana cara menolaknya, akhirnya ditemukan cara yaitu dengan mengajukan syarat yang harus dipenuhi, yakni memindahkan sebuah pintu Gerbang Majapahit ke tempatnya Roro Pujiwati di Ngerang, Juana.
Setelah sampai di Majapahit, Raden Ronggo kaget sebab telah ada yang mau membawa pintu Majapahit, Ia kecewa karena dia mengetahui bahwa ada seorang pemuda dari Muria yang membawa lari sebuah pintu gerbang.
“Apakah itu suruhannya Romo untuk menggagalkan syembara ini atau dia juga berkompetisi untuk ikut syembara mempersunting Roro Pujiwati.”
Raden Ronggo tertegun, ia mengawasinya dari belakang, Dengan hati berdebar dia kembali mengejar pemuda yang telah mendahuluinya (yakni Kebonabrang). Ia akan merebut bila sudah dekat dengan Ngerang. Kebonabrang sangat gesit sehingga membuat Raden Ronggo keteteran. Raden ronggo melesat lebih cepat lagi untuk mengejar karena Kebokenongo sudah melewati Ngerang, Raden Ronggo berhenti sebentar mengambil Palang pintu yang terjatuh, ia melesat lagi mengejar Kebonabrang, ia mengira pasti ini usaha romonya untuk menggagalkan syembara.
Raden Ronggo akhirnya dapat mengejarnya setelah Kebonabrang sedang bingung mencari palang pintu gerbang yang terjatuh.
“kamu mencari aoa Kisanak, apa yang hilang?” Kebokenongo melihat Raden Ronggo yang sedang memegang Palang pintu.
“Berikan Palang pintu itu Raden!, saya gak ada waktu, cepat berikan!” bentak Kebonabrang.
Terjadilah kejar mengejar dan bertempur sangat hebat, pergulatan adu kekuatan antara Raden Ranggo dengan murid Sunan Muria memeperebutkan pintu Majapahit, Raden Ronggo ingin merebut pintu itu agar dapat mempersunting Roro Pujiwati, sedangkan Kebonabrang agar dapat diakui sebagai putra kanjeng Sunan Muria.
Pertengkaran antara keduanya diketahui oleh Suro Benggol, sehingga ia harus turun gunung untuk melerai perselisihan ini, tempat ini dianamakan Towelo (cetho welo-welo).
Akhirnya Suro Benggol mampu meredakan pertempuran perang saudara antara sesama Sunan Muria. Dalam kesapakatan itu Raden Ronggo hanya memperoleh sebatang kayu Pathok, atas saran Suro Benggol agar Raden Ronggo mau membawa pulang palang pintu itu ke Ngerang. Tetapi Roro Pujiwati menolak karena syarat yang diminta adalah pintu Gerbangnya. Karena cintanya ditolak, maka Raden Ronggo marah. Roro Pujiwati dipukul dengan kayu pathok dan lenyaplah Roro Pujiwati di tempat itu. Raden Ronggo tidak mau pulang ke Muria atau Ngerang, ia lebih senang mengembara untuk menghibur hati yang sedang sakit.
Kemudian Suro Benggol memperintahkan Kebonabrang untuk segera membawa pintu gerbang Majapahit ke gunung Muria. Karena hari mulai fajar. Segera Kebonabrang bersiap-siap akan Tetapi baru saja diangkat pintunya ayam jantan berkokok bersautan, pertanda hari sudah tiba. Padahal syarat yang harus diminta adalah pintu majapahit harus sudah sampai ke Padepokan Muria sebelum pagi datang. Dan oleh Sunan Muria maka Kebonabrang disuruh untuk menunggu di Pintu Majapahit ini.
***FREEDOM***
Sunan Kudus Sunan Kudus I, Sunan Kudus II
Cerita Lereng Muria adalah Cerita Rakyat yang berkembang didaerah Lereng Muria. Belive or not belive, up to You..?
ini Ki Ageng Ngerang yang keberapa? Sebab banyak Ki Ageng Ngerang ada Ki Ageng Ngerang I, II III atau ke berapa?
Versi Solichin Salam, Sunan Ngerang (Kyai Ageng Ngerang) di Ngerang Juana, malam itu memang sedang melaksanakan hajat syukuran hari ulang tahun puterinya yang sulung bernama Roroyono. Genap ulang tahun kelahirannya yang kedua puluh.
Ada versi lain bahwa pembunuh Patak Warak adalah Maling Kapa dan Maling Gentiri, ada juga versi bahwa Patak Warak masih hidup.
Nama Kebonabrang mirip dengan nama yang pernah memberontak terhadap jaman Majapahit ketika dipimpin Jayanegara.
Gerbang Majapahit adalah cerita rakyat yang berkembang di wilayah Pati, mengenai kebenarannya kami kembalikan kepada pembaca, Masih terjadi polemik antara cerita rakyat dengan fakta sejarah, ada yang mengatakan bahwa pintu Majapahit adalah rampasan Adipati Pragola I ketika ikut berjuang menundukan Madiun, ada yang bilang bahwa itu rampasan Adipati Pragola II ketika menyerbu Jepara. Sedangkan relief yang ada di Gerbang Majapahit, menggambarkan Kebonabrang (pemberontak majapahit) yang bertempur dengan raden Ronggo.
Konon putra Sunan Muria dengan istri dari Muktiharjo,cerita tutur yang berkembang di wilayah Lereng Muria, tatkala Sunan Muria mau berkunjung ke rumah Rondhosari di daerah Pati. Namun di hari itu ia terhalang oleh sungai yang sedang banjir, ia berdiri ditepi sungai, menunggu sampai surut, namun lama ditunggu sungai tidak surut. Tiba-tiba datanglah seekor kerbau betina ke arahnya dan memberi isyarat agar punggungnya dinaiki, Sunan Muria menangkap isyarat tersebut langsung meloncat ke Kerbau Betina tersebut, dan disebrangkan ke tepi sungai. Sampailah ia ketepian sungai, Karena digoyang-goyang kerbau tersebut, Sunan Muria kebelet pipis. Kemudian ia kencing dari atas tanggul, kerbau betina itu meminum air kencing Sunan Muria sampai habis dengan penuh birahi. Aneh bin ajaib kerbau itu hamil, dan melahirkan seorang anak laki-laki kemudian di asuh oleh Nyai Rondosari. Cerita ini mirip Bambang Aswatama, putra Bambang Kumbayana, yang berada pada cerita pewayangan.
ini mirip cerita Bandung Bondowoso dengan Roro Jongrang, atau kisah Dayang Sumbi dengan Sangkuriang. Namun mengenai Reruntuhan bangunan Majapahit yang diambil oleh penguasa berikutnya, itu terjadi seperti tiang-tiang Serambi Masjid Agung demak yang berasal dari Majapahit.
Mirip cerita Samson-Delailah yang ada di belahan eropa.
ada versi lain yang menyebutkan Bahwa Raden Ronggo putra Bupati Pati. Raden Ronggo yang bergelar Adipati Raden Ronggojoyo Ananta Kusumo.
Perlengkapan yang terjatuh itu ialah ganjel lawang (ganjal Pintu) dari pintu yang dibawanya, maka desa itu dinamakan Jelawang hingga sekarang.
Gerbang Majapahit merupakan rampasan perang yang dibawa Paragola Iidari Tuban ke Pati.

Suro Benggol adalah penguasa setempat yang merupakan masih eyangnya Kebonabrang, dia menceritakan bahwa keduanya sebenarnya masih saudara putra Sunan Muria, maka ia menyarankan supaya tidak usah di bawa ke Juwana atau ke Muria biar disini saja saya yang akan menungguinya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Pocket