Cerita Rakyat ning Kudus

Senin, 05 Januari 2015


Agama Islam telah menyebar ke seluruh daerah Jawa. Meski penyebarannya ada yang langsung bisa diterima Masyarakat, ada yang mengalami perlawanan dari masyarakat setempat. Demikian juga peran para wali dalam bersyiar di pelosok-pelosok Desa. Sunan Bonang di Tuban, Bonang dan Sekitarnya, Sunan Kali Jaga, Sunan Cirebon, Sunan Kudus, Sunan Muria. Ada di berbagai tempat, mereka menyebarkan agama dengan mencoba menggabungkan unsur-unsur budaya yang berkembang di daerah setempat. Nama Sunan biasanya disesuaikan dengan tempat ketika ia mengajarkan agama. selain sebagai kepala agama juga sebagai kepala pemerintahan. Sehingga penggantinya tetap menggunakan nama Sunan.
Demikian juga dengan Sunan Muria yang mengadakan syiar agama Islam. Disekitar Muria yaitu pantai utara daerah Jepara, Tayu, Pati, Juana, Kudus dan lereng-lereng Gunung Muria. Dalam menyebarkan agama Islam seringkali bersinggungan dengan penguasa2 setempat. Penyebaran Islam telah memasuki sekitar wilayah Pati, Juana, Tayu.
Pada suatu hari diadakan Syukuran di rumah Ki Ageng Ngerang untuk mensyukuri kenikmatan yang telah diberikan oleh Tuhan kepada hambanya yang ada di muka bumi terutama wilayah lereng Muria. Perhelatan dimulai dengan khidmatnya. Tamu dari jauh dan dekat telah lengkap datang. Ki Ageng Ngerang sebagai orang yang paling dituakan karena kearifan, kepandaiannya, sehingga banyak yang hadir dalam perjamuan tersebut. Terutama para muridnya Sunan Ngerang, antara lain termasuk Sunan Kudus, Sunan Muria, Adipati Parthak Warak dari Pulau Mandalika Jepara, Kapa dan adiknya Gentiri dan lain-lainnya.
Ketika anak Ki Ageng Ngerang, Roroyono bersama adiknya, Roro Pujiwati ke luar untuk menghidangkan minuman dan makanan, banyak tamu yang hadir terpesona dan memuji keduanya, tak disangka bahwa Ki Ageng Ngerang memiliki dua putri yang sangat cantik-cantik. Adipati Pathak Warak matanya tak berkedip memandanginya. Detak Jantungnya berdebar seperti beduk, badannya menggigil, panas dingin, kedua bibirnya berdeming, melihat keanggunan Roroyono. Terasa ada sinar bulan terang yang menerangi kenduri malam itu. Roroyono menjadi menjadi pusat perhatian, sebagai Gadis yang paling cantik di malam itu
Adipati Pathak Warak tak bisa menahan nafsu, melihat gadis jelita. Matanya tak berkedip, jangkunnya naik turun menelan ludah, kata-katanya sudah tak terkontrol lagi.
“Mau tidak jadi istriku, rayi!” sambil mencolek pantatnya. prilakunya, sudah tidak mengindahkan lagi adat ketimuran maupun tatananan agama.
“Jangan begitu kakang, banyak orang jaga kehormatan kakang”
Tentu saja Roroyono merasa terhina diperlakukan kelewat batas. Alangkah malunya dia tercolak-colek dihadapan banyak tamu-tamu Ki Ageng. Minuman yang dibawa Roroyono itu tumpah mengguyur baju Pathak Warak. Sehingga Wajah sangar itu merah padam, merasa dibuat malu oleh Roroyono.
“Jangan gitu Kakang Pathak Warak, Roroyono gak mau orang yang kasar, maunya yang halus budinya” ejek Kapa
Para tamu yang hadir menertawakan Pathak Warak. Dalam hati Adipati berkata, seandainya bukan puterinya Kanjeng sunan Ngerang, Gurunya, tentulah telah ditampar mukanya. Seperti yang pernah dilakukan pada musuh-musuhnya. Patak Warak merupakan salah satu jawara yang lalu lalang di Lereng Muria, karena kesaktiannya ia memiliki ilmu kanuragan yang sangat tinggi.
Malam semakin larut, semua tamu yang hadir berangsur-angsur pulang meninggalkan kediaman Ki Ageng Ngerang. Sementara para tamu jauh termasuk Adipati Pathak warak, masih berada di rumah Ki Ageng, mereka bermalam di ruang tamu. Pada tengah malam yang dingin, dan hanya suara jangkrik, suara kodok berpadu dengan semilir angin yang dihembuskan pucuk-pucuk bambu. Semua telah tertidur pulas. Kecuali Adipati Pathak warak yang masih terngiang-ngiang kata-kata Roroyono, dan malunya ketika segelas air mengguyur bajunya. Ia memikirkan bagaimana caranya agar bisa membuat malu Roroyono, sekaligus bisa segera melampiaskan nafsu birahinya. Ia mengidam-idamkan agar dapat memperistri Roroyono.
Adipati Pathak Warak mondar-mandir didepan pintu sambil tangannya menggaruk-garuk kepalanya. Timbul niat jahat dibenaknya, ia mau menculik Roroyono. mulutnya komat-kamit membaca mantra, keluarkan mendung tebal untuk menyirep seluruh penghuni rumah Ki Ageng Ngerang. Ia mengendap-ngendap masuk kamar Roroyono, membekap mulut Roroyono kemudian digendong dibawa lari menuju hutan belantara. dibawa lari ke Pulau Mandalika, Keling.
Keesokan harinya gemparlah rumah Ki Ageng, semua sibuk mencari keberadaan Dewi Roroyono, Ki Ageng Ngerang mengumpulkan semua orang ke teras rumah, satu persatu ditanyai namun semuanya tidak tahu keberadaan Dewi Roroyono, para murid padepokan yang dibantu masyarakat setempat mencari di sekitar rumah sampai ke seluruh kampung, namun hasilnya nihil. Mereka pulang dengan kekecewaan.
Para murid-murid Ki Ageng kumpul untuk membicarakan tentang raibnya Dewi Roroyono, mereka satu persatu memberikan analisa dan dugaan tentang sebab-musabab hilangnya putri Ki Ageng. Semua ikut urun rembuk kecuali salah satu murid yang tidak kelihatan batang hidungnya. mereka tidak menjumpai Patahak warak
“Kalau begitu yang membawa lari Roroyono adalah Patahak Warak!” Ki Ageng Ngerang berkesimpulan bahwa Patahak Warak mau membalas sakit hatinya karena dipermalukan Dewi Roroyono di depan umum. Ia termenung lesu diteras rumahnya, memikirkan nasib anaknya. Demikian langit membawa mendung hitam seakan paham hati Ki Ageng yang sedang gundah gulana.
“Akan dibawa kemana Anakku Roroyono?” rintik hujan senja hari semakin membuat perasaan Ki Ageng teriris-iris. Murid-muridnya juga was-was bila nanti sampai gurunya sakit memikirkannya. Ki Ageng Ngerang kemudian memanggil Sunan Muria untuk meminta pendapatnya, sebab Ia yang akan dijodohkan dengan Dewi Roroyono, selain itu Sunan muria merupakan murid kesayangannya
“Bagaimana Nak mas Sunan Muria, tindakan apa yang harus aku ambil?” sorot mata lelaki tua yang tengah bersedih menatap iba Sunan Muria. Mereka berdua berdiskusi bagaimana langkah baiknya menghadapi persoalan ini.
Ki Ageng mengumumkan sayembara, barang siapa yang dapat merebut kembali puterinya dari tangan Patak Warak, dan membawa kembali Dewi Roroyono ke Ngerang, bila lelaki akan nikahkan dengan Roroyono, bila perempuan akan dijadikan saudara
Setelah sayembara diumumkan, semua muridnya Sunan Ngerang terdiam tidak ada yang berani tunjuk jari, mengajukan diri. Mereka tidak berani melawan Adipati Patak Warak. Di samping karena ia sakti juga Patak warak dikenal sebagai Raja tega. Siapapun yang menghalang-halangi maksudnya akan dibabad habis. Hanya Sunan Murialah yang mengacungkan tangannya, ia sanggup mengejar Adipati Pathakwarak dan merebut kembali Roroyono. Ia pamit langsung menuju ke arah utara, ia diikuti oleh beberapa murid Sunan Muria, selang beberapa saat Kapa dan Gentiri juga mohon diri mau menyusul Sunan Muria.
Sunan Muria keluar masuk Hutan belukar yang belum pernah dijamah manusia pun ia melewati perjalanan demi membuktikan rasa hormatnya kepada Gurunya Ki Ageng Ngerang. Namun dalam perjalanan ke Mandoliko, ditengah jalan ia bertemu dengan kappa dan gentiri. mereka bertiga saling berangkulan, Dalam pembicaran tersebut terjadilah kesepakatan, bahwa Kapa dan Gentirilah yang akan menunaikan tugas, menjalani sayembara merebut Roroyono ke Mandaliko. Adapun bila nanti berhasil dalam tugas yang berhak memiliki Dewi Roroyono adalah kanjeng Sunan Muria. Kesepakatan tersebut disepakati ketiga murid Ki Ageng Ngerang. Hal ini disepakati karena Kapa dan Gentiri adalah muritnya Sunan Ngerang yang termuda. Dan keduanya bersedia berbuat demikian karena menghormati Sunan Muria, sebagai murid yang senior, berwibawa dan terhormat dimata masyarakat seantero jagat..
Berangkatlah Kapa dan Gentiri menyeberang Ke Pulau Mandaliko. Sementara Sunan Muria kembali ke padepokan Muria Ia Pasrah dan mempercayakan penuh nasib Dewi Roroyono kepada keduanya. Dari kejauhan Kapa dan Gentiri diawasi oleh Anak buah Patak Warak, mereka melaporkan bahwa dua orang yang mencurigakan memasuki kawasan Pulau Mandaliko. Patak warak menyuruh anak buahnya membiarkan kedua orang itu. Patak Warak tahu bahwa yang datang adalah adik seperguannya.
“Suruh mereka kesini, dia adalah adik seperguan saya” pinta Patak warak. Mereka masuk pintu gerbang padepokan Mandaliko dan dipersilahkan duduk di teras rumah, kemudian keluarlah Patak Warak.
“ada apa di, Kok janur gunung (tumben) mau singgah ke Padepokanku?”
“Iya, kami kesini mau menikmati keindahan Pulau Mondoliko” Kilah Kapa dan Gentiri. Namun Patak Warak mencium bau tidak beres pada kedua adik perguruannya. Ia mempersilahkan keduanya untuk masuk ke dalam rumah. Kapa dan Gentiri melihat-lihat seisi rumah ternyata tidak diketemukan keberadaan Dewi Roroyono. Mereka terus menyelidiki Padepokan Mondoliko. Karena kelehan dan setengah putus asa, ia menunda penyelidikannya. Ia beristirahat di bawah pohon Setigi (Dewa ndaru).
Ditengah ia tertidur, Kapa mendengar suara merintih dari rumah Patak warak bagian belakang. Ia membangunkan adiknya untuk segera menyelidiki arah suara tersebut. Dari celah-celah tembok bambu mereka melihat Roroyono yang sedang disekap di kamar belakang. Patak Warak mencoba merayu Roroyono agar mau dijadikan istri, ia memberontak melepaskan tangan kekar Patak warak. Jeritan minta tolong itulah yang membuat Gentiri tergerak hatinya untuk mendobrak pintu dan menyambar tubuh Roroyono dibawa kabur. Sementara Kapa menghadapi Patak Warak.
“kakang sudah kelewat batas, tidak mengenal belas kasihan sama sekali, beraninya sama wanita”
“kamu jangan ikut campur urusan ini, kembalikan Roroyono padaku!” bentak Patak Warak memecah keheningan malam. Mereka berdua bertempur di belakang rumah, sementara Gentiri yang menggendong Roroyono berlari masuk hutan.
Kapa kalah dalam kanuragan, posisinya terdesak, anak buah Patak warak juga ikut mengepung. Dalam keadaan tersudut ia berjongkok mengambil segengam Pasir kemudian ditaburkan di mata Patak Warak dan anak buahnya. Kapa lari mengejar Gentiri, di pinggir laut, akhirnya ketemu di pelabuhan penyebrangan. mereka melihat perahu yang ditumpangi saudagar bernama Lodhang Datuk. Ia meminta bantuan agar boleh ikut naik parahu menuju ke Pulau Jawa.
“Kenapa kamu tergesa-gesa Ki sanak” Lodang Datuk menarik tangan Roroyono ke atas perahu.
“Saya di kejar-kejar Patak warak yang mau merampok dan memperkosa saya” rengek Roroyono meminta pertolongan.
Lodang Datuk seorang saudagar yang tidak senang bila ada kesewenang-wenangan menindas rakyat kecil.
Dalam memperebutkan Roroyono dari tangan Adipati Pathak warak itu Kapa dan Gentiri mendapat bantuan dari seorang Wiku Lodang datuk di pulau seprapat, Juana. Ia menyuruh anak buahnya membawa mereka bertiga ke Pulau Jawa, sementara ia menghadapi Patak warak dengan perahu kecil. Berlangsunglah pertempuran ditengah laut antara Lodang datuk ditengah lautan. Sampai menuju daratan Jawa. Akhirnya Patak Warak tewas. Kemudiaan Lodak Datuk menyusul menuju Pulau Sprapat.
Maka berhasilah Kapa dan Gentiri membawa kembali sang Dewi Roroyono ke Ngerang. Untuk menghargai jasa dari Maling Kapa dan Maling Gentiri, mereka mendapat hadiah dari Ki Ageng Ngerang, berupa wilayah di Buntar, yang mana keduanya orang itu menjadi penguasa tanah tersebut. sedangkan Dewi Roroyono jadi diambil istri Sunan Muria.
Hidup manusia selalu berputar, Demikianlah hati Gentiri. Dahulu yang dengan relanya menyerahkan tenaganya demi menghormati kesenioran dan kewibawaan Sunan Muria, Gentiri membopong Roroyono sampai ke Ngerang. Gejolak Hati, bersemi laksana kuncup tersirami hingga tumbuh menjadi bunga-bunga cinta. Alur hidup tak selurus anak panah, tetapi setiap saat berubah. Tentu saja perubahan itu terkadang menyimpang di tengah perjalanan.
Perasaan Gentiri dipenuhi dengan bunga hati dan perasaanya sekarang hanyalah Dewi Roroyono, seorang gadis yang mempesona, yang selalu menghias mimpi-mimpinya, Kisah cinta gayung bersambut antara Gentiri dengan Roroyono,namun keadaanlah yang membuat lain. Ia harus rela melepas Roroyono kepada Sunan Muria. Siang malam selalu terbayang wajah cantik Roroyono, sehingga mengganggu tidurnya disetiap malam dan mengganggu kerja disetiap saat.
Gentiri tak mampu membendung rasa rindunya kepada Roroyono, ia akan merebut Roroyono dari Sunan Muria. Sudah barang tentu tindakan ini adalah suatu pengkhinatan janji dan sumpah pada Ki Ageng Ngerang. Dan mengkhianati persaudaran dengan Sunan Muria. Namun apa mau dikata bila niat jahat telah mengalahkan pertimbangan batin yang bening. Keinginan nafsu yang amat besar untuk dapat memiliki Roroyono.
Ketika sore mulai merembang, burung-burung pulang ke sarang hanya desau angin yang mengitari puisi hati, berangkatlah Gentiri menemuai sang pujaan hati di Padepokan Muria. Ia Memakai baju hitam, dan memakai cadar agar tidak dikenali sama Murid Padepokan Muria.
Ketika tengah malam Gentri mengendap-endap memasuki taman kaputren. Di ketuknya daun pintu pelan-pelan.
“Diajeng..Roroyono..ini Kakang Gentiri!”
Roroyono terbangun setelah mendengar panggilan Gentiri dari luar kamarnya. Mereka bertemu sambil menggemgam jemari dua insan yang tengah dilanda asmara. Namun tangan Roroyono buru-buru dilepaskan takut ketahuan Sunan Muria.
“Sudahlah kakang..kita cukup sampai disini saja, saya sudah milik orang lain aku tidak mau gara-gara saya, Romo marah. Terus persahabatan kakang dengan Sunan Muria rusak.”
“aku tidak peduli, aku tidak bisa hidup tanpamu, diajeng!”
“bukan kakang sudah tahu bagaimana sakitnya bila dikhianati, kenapa kakang harus mengkhianati persabatan yang telah kakang bangun lama sekali, hanya karena saya kakang harus bermusuhan dengan Romo dan Kakang Sunan Muria. Apakah itu bagus kakang! Aku tidak mau jadi durhaka sama Romo, aku juga tak mau menyakiti hati Kakang Sunan Muria.”
Putus sudah harapan Gentiri, kini ia dihadapkan pada dua dilemma yang harus dipilih, lari dengan Roroyono tapi harus berperang melawan Sunan Muria dan Ki Ageng Ngerang, atau mengalah membiarkan Roroyono bersama Sunan Muria, namun batin kecilnya memberontak. Gentiri bersikukuh memilih pilihan pertama, melarikan Roroyono, namun baru keluar pintu kaputren ia dipergoki oleh Pengawal kaputren Sunan Muria. Terjadilah perang tanding, Gentiri dikroyok oleh ratusan murid-murid Sunan Muria. Tewaslah Gintiri di padepokan Muria.
Berita kematian maling (pencuri) berkerodok yang ketangkap di Padepokan Muria. Ia mati diadili oleh massa, setelah dibuka cadarnya ternyata Gentiri murid dari Kia Ageng Ngerang. Hal ini membuat Maling Kapa berang, Gentiri adalah adik seperguruan dan adik kandung Kapa, ia tidak terima bila adiknya diperlakukan seperti itu.
Maling Kapa terus berangkat ke Muria dengan tujuan ingin membalas kematian adiknya. Selain itu Ia juga akan mencuri Dewi Roroyono. Dan kali ini berhasil. Roroyono dibopong di pundak Kapa yang kekar. Ia dibawa lari ke Pulau Seprapat. Murid- murid padepokan Muria mengejar sampai ke lereng Muria sampai ke Desa Juana, mereka mau menyebrang ke Pulau Sprapat.
Maling Kapa mau menyembunyikan Roroyono ke Lodhang datuk. Namun Lodhang datuk bersikap arif dan bijaksana. keputusan yang adil dari wiku lodhang datuk itu tidak diterima baik oleh kapa.bahkan Kapa mencaci Sang Wiku, yang sudah dianggap gurunya sendiri. Ia potes atas perlakuan tidak adil terhadap Maling Gentiri.
Ketika itu m,urid-murid Padepokan telah sampai di Pulau Seperapat. salah seorang murid Sunan Muria menantang Maling Kapa. Sehingga terjadilah pergulatan antara kedua kesatria tersebut, dan matilah Kapa yang menjadi Maling (pencuri) itu. Akhirnya Lodang datuk menyerahkan Dewi Roroyono kepada Ki Ageng Ngerang. Oleh Ki Ageng Dewi Roroyono diserahkan kembali ke Padepokan Muria dengan selamat, ia berkumpul lagi dengan suaminya kanjeng Sunan Muria.


0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Pocket